The Hunt (2012) dan Ratna Sarumpaet, Dua Drama yang Andalkan Kebohongan

Seminggu terakhir, selain mengenai gempa Palu – Donggala yang membuat hati kelu, kita juga disuguhi dengan drama menggelikan dengan pemain utama Ratna Sarumpaet. Sepertinya tidak perlu diceritakan lagi detil cerita tentang ibu mertua Rio Dewanto ini. Intinya, dia membuat hoax yang eskalasinya cukup besar hingga banyak media mengangkatnya. Ratna sendiri akhirnya mengaku telah berbohong dan menyebut dirinya pencipta hoax terbaik.

Kemudian kemarin, karena ada waktu luang, saya main kembali ke Kineforum dan menonton film produksi Denmark berjudul Jagten (atau judul inernasionalnya, The Hunt).  The Hunt bercerita tentang bagaimana kebohongan itu bisa menghancurkan kehidupan seseorang, dalam film ini adalah Lucas yang diperankan oleh Mads.

Kalau ingin baca review betapa bagusnya film ini, silakan cari di IMDB, Roger Ebert atau Rotten Tomatoes saja, saya sedang tidak ingin mereviewnya (karena ya sudah telat juga ya jadi ngapain). Namun yang jelas, The Hunt adalah film yang sangat utuh dalam menggambarkan bagaimana kebohongan bisa membolak-balikkan kehidupan seseorang.

Sedikit sinopsis, Lucas (Mads Mikkelsen) merupakan guru tk yang mencoba memulai kehidupan kembali setelah cerai dengan istri pertamanya, Kristen. Berkat kemampuannya untuk bisa dekat dengan anak-anak, Klara, salah satu murid TK diam-diam menjadi sayang padanya. Dia menganggap Lucas adalah figur yang tidak ia temukan di rumah (karena orang tuanya suka ribut). Ada satu momen kecil ketika Klara mengungkapkan rasa sayang ke Lucas dan tentu saja Lucas menganggap Klara mau mengungkapkan ke anak laki-laki lain (iya, cowok emang suka clueless kok Klara, tenang, anggap saja pendidikan sedari dini). Klara sakit hati dan mengadu kalau Lucas melakukan sutau yang buruk (sexual abuse) ke kepala sekolah, Grethen. Dari sini, jungkir balik kehidupan Lucas dimulai.

Klara jelas melakukan kebohongan, mungkin didasari sakit hati (oiya, ada satu scene yang menjelaskan kenapa Klara berbicara kalau dia jadi korban sexual abuse – yang  tentu saja dengan bahasa anak-anak ya). Kebohongan Klara, yang masih bocah, kemudian dianggap sebagai pengakuan yang sahih (karena hey anak kecil gak mungkin bohong untuk urusan itu- begitu pikir Grethen). Grethen tergerak untuk melakukan sesuatu.

Seperti yang tadi disebutkan, film ini merangkum bagaimana kebohongan yang dianggap sebagai suatu kebenaran mampu memporak-porandakan kehidupan Lucas. Selain dilaporkan polisi karena, sanksi sosial juga diberikan ke Lucas (karena dituduh Pedofil), hubungan dengan anaknya dipersulit, dicemooh dan dibully, kehilangan kawan, bahkan kehilangan Fanny, anjing yang senantiasa hidup menemai Lucas. Lucas sendiri dan depresi, dengan puncaknya ketika di malam Natal, di dalam gereja  emosinya tidak bisa dibendung. Sambil menggertak Theo, sahabatnya (yang juga ayah dari Klara), Lucas berujar kurang lebih seperti ini:

“I want a word with Theo. Look into my eyes. Look me in the eyes. What do you see? Do you see anything? Nothing. There’s nothing. There’s nothing. You leave me alone now. You leave me alone now, Theo. Then I’ll go. Thank you.”

The-Hunt-03.jpg

(iya, langsung nangis kemarin pas nonton)

Hidup Lucas sehancur itu hanya karena kebohongan yang dianggap sebagai suatu kebenaran bahkan oleh sahabatnya sendiri. Kemudian mengapa di depan saya malah mengaitkan dengan kasus Ratna Sarumpaet? karena saya merasa ada kemiripann di sini. Saya tidak tahu persis motif Ratna berbohong, tapi masih ingat bagaimana kemudian kebohongan Ratna (sebelum ada temuan fakta dari kepolisian), diamini oleh Prabowo dan kubunya sebagai suatu kebenaran? bahkan Prabowo sampai repot-repot bikin jupa pers – yang mengartikan bahwa aduan Ratna Sarumpaet ini adalah sebuah sesuatu hal yang penting dan mendesak.

ratna-sarumpaet-akui-berbohong_20181003_191814

Ya memang, Ratna ceroboh dan kebohongan itu digagalkan oleh polisi (yang kemudian dia mengakui salah – dan entah kenapa beberapa pihak melihat itu sebagai sesuatu yang heroik, seakan menghapus fakta di awal bahwa dia telah menciptakan HOAX). Sekarang bayangkan jika rencana Ratna lancar, mulus dan hoax bergulir seperti rencana awal. Jika kebohongan kecil dari Klara bisa menghancurkan kehidupan Lucas, bayangkan jika kebohongan – yang berhasil – itu diluncurkan dari Ratna kemudian diamini oleh Prabowo (yang kita tahu seberapa besar pengaruhnya), didengar oleh masyarakat yang tidak berdaya, yang sebagian besar masih menelan pil mentah fakta di media.

Bayangkan efeknya, kita ikuti pola yang ada dari The Hunt. Mulai dari opini yang akan berkembang. Masyarakat yang sejak awal terpecah jadi dua, derajat perpecahan semakin naik. Mungkin ada yang percaya dan tidak percaya, dan bagi yang percaya, tidak mungkin mereka akan diam. Bisa saja skenario selanjutnya adalah terjadi suatu pergerakan, yang lagi-lagi atas dasar kebohongan. Entah apa bentuk pergerakan itu, tapi mendengar “fakta” bahwa seorang wanita, terlebih seorang ibu-ibu, aktivis, dianiaya di tempat umum, pasti meresahkan perasaan, siapapun itu. Teriakan-teriakan itu akan terucap kembali: Persekusi! main hakim sendiri! Rezim ABCD!

Kemudian bukan hal yang baru ketika satu pihak tersentil dan membuat gerakan, pihak lainnya akan ikut terpelatuk dan membuat gerakan. Probabilitas adanya gesekan meningkat. Syak prasangka menular. Opini menggerus fakta. Kekacauan atau chaos-pun terjadi. Jika sudah chaos, masyarakat tidak bisa lagi menalar mana fakta dan mana yang isu semata. Semua campur aduk.

Setelahnya, bisa dibayangkan sendiri. Ya  ini memang sebuah pengandaian, bukan berarti skenario tersebut akan terjadi. Tapi naif kalau kita bilang semua akan baik-baik saja, chaos adalah hal terkecil yang mungkin bisa terjadi.

Saya pun tiba-tiba teringat satu kutipan menarik dari Littlefinger. Si licik yang menghalalkan segara cara supaya dia bisa duduk di Iron Throne. Dalam obrolanya dengan Varys, Littlefinger berujar

“Chaos is a ladder” – Petyr “Littlefinger”

Tinggalkan komentar